Rabu, 26 November 2014
bahagia itu pilihan
manusia pasti mau selamanya bahagia dalam hidupnya, kebahagiaan tidak
selamanya tercipta dari hal bahagia tetapi bisa juga berasal dari hal
yang sedih menjadi bahagia pada akhirnya.proses penemuan kebahagiaan itu
merupakan proses pendewasaan diri manusia. pendewasaan yang biasanya
dihalangi oleh ego. ego yang besar akan menjauhkan manusia dari kata
bahagia. untuk menemukan kebahagiaan, kita harus bijak dalam menjalani
hidup -Uart-
Sabtu, 08 November 2014
BATIK PARANG RUSAK
Tugas Individu
ANTROPOLOGI
SENI
“BATIK
PARANG RUSAK”
Disusun oleh:
Aulia Evawani Nurdin
14B11001
Pendidikan Seni Rupa
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2014
BATIK PARANG RUSAK
1.
Pendahuluan
Batik
merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki Indonesia. Batik memiliki
keunikan tersendiri. Keragaman motif dan keindahan warna menunjukkan nilai seni
dan budaya yang tinggi serta kerumitan proses pembuatannya lebih menambah
keunikan batik itu sendiri.
Pada tanggal
2 oktober 2009 United
Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan
batik sebagai budaya Indonesia, yang kemudian dijadikan sebagai hari batik
nasional.
2.
Pengertian Batik
a.
Batik
menurut Pengertian Umum
Pengertian umum dahulu secara sederhana, kain batik adalah kain-kain
bermotif yang dipakai untuk ikat kepala, kain selendang, sarung dan kain
yang dililitkan atau digulung lalu diselipkan di daerah dada (kemben). Pengertian umum sekarang batik adalah kain bermotif
yang dipergunakan untuk kemeja, rok wanita, taplak meja, gorden, seprai dan sarung bantal.
Secara terperinci batik Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
·
Cara
pembuatannya menurut teknik pencelupan rintang
·
Zat
perintang adalah lilin batik dengan ramuan khusus
·
Motif
batik mempunyai ciri khas Indonesia tersusun dari
ornamen-ornamen yang mempunyai pengertian, keindahan, arti simbolis yang sesuai
dengan kepribadian bangsa Indonesia.
b.
Batik
menurut definisi Dewan Standarisasi Tekstil Indonesia (DSTI) dan Standar
Industri Indonesia (SII) (1984: 4)
Batik adalah kain
tekstil hasil pewarnaan, pencelupan rintang menurut corak khas ciri batik
Indonesia, dengan menggunakan lilin batik sebagai zat perintang.
c.
Batik
menurut Para Ahli
Batik menurut
Satmawi (1979: 12), adalah seni dan cara, untuk menghias suatu kain dengan menggunakan
penutup lilin atau malam untuk membentuk corak dan pola hiasnya, membentuk
bidang pewarnaan, sedang warnanya itu sendiri dicelup dengan menahan zat warna.
Sedangkan menurut Hamzuri (1981: 1), batik adalah lukisan atau gambar pada mori yang
dibuat dengan menggunakan alat bernama canting.
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (1997: 98) terbitan Balai Pustaka mengemukakan tentang pengertian batik, yakni batik adalah corak atau gambar (pada kain) yang pembuatannya secara
khusus dengan menuliskan atau menerakan malam kemudian pengolahannya diproses
dengan cara tertentu.
Menurut Sofyan
Salam (2000: 87), batik adalah proses pewarnaan pada tekstil dengan cara menggunakan
lilin untuk menutupi area yang diinginkan untuk tidak dikenai warna. Dalam
Phinisi (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni) yang dikemukakan oleh Drs. A.
Mattaropura Husain (1992: 69), proses pembuatan batik adalah proses tutup
celup. Pengertian tutup celup yaitu bagian-bagian kain ditutup dengan bahan
penutup (sejenis lilin) dan mencelupkannya ke dalam warna.
Untuk mendapat
gambaran yang lebih jelas, maka perlu dijelaskan pengertian seni batik dan
pengembangannya. Perkataan batik berasal dari “Ambatik” (bahasa Jawa) ialah memberikan lukisan pada kain mori
dengan lilin/malam, dengan memakai canting. Akar kata “Tik” adalah kata “menitik” atau “menetes”. Dari
pengertian-pengertian tersebut lalu orang mengartikan sebagai menulis atau
menggambar yang amat teliti (Kuswadji Kawindrosusanto, 1977:
2).
Setelah
dikemukakan pengertian batik dari beberapa pendapat maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa batik ialah seni menghias dan mewarnai kain yang
menggunakan teknik tutup celup.
3.
Sejarah Batik
Batik sudah
ada sejak zaman Prasejarah, hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan pakaian dari kulit kayu pada zaman batu muda (Neolithicum) dan batu besar (Megalithicum). Proses pengerjaan pakaian
tersebut, dengan cara kulit kayu dikempa (ditekan/diapit) menjadi pakaian yang
dihiasi dengan warna dari zat alam.
Selain itu,
pada zaman perunggu barang-barang terbuat dari logam dan dihiasi
ornamen-ornamen (motif) yang memiliki kesamaan dengan motif batik. Hal ini
membuktikan bahwa adanya motif batik pada zaman tersebut.
Ketika
kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia (Jawa Barat), hasil pembatik masyarakat
Indonesia menjadi lebih bagus (halus). Banyak yang beranggapan bahwa batik
dating dari India, melainkan batik sudah ada sebelum India (kebudayaan Hindu)
datang ke Indonesia.
Pada zaman
Kebudayaan Islam sekitar tahun 1646 seni batik mulai berkembang baik dikalangan
kraton maupun rakyat (daerah pesisir). Pada masa tersebut batik berfungsi
sebagai kelengkapan adat, keindahan dan kebutuhan akan sandang serta keperluan
lainnya sebagai barang ekonomi.
Batik mulai
tersebar pada zaman pejajahan Belanda dan Jepang. Para pembatik mengungsi ke
wilayah lain membawa karya batik, sehingga batik kaya akan motif dan warna.
Pada zaman
kemerdekaan mulailah bermunculan motif batik yang dinamis, bebas, batik lukis,
batik remukan (krekel) dan batik pikaso (batik dengan motif dan proses yang
baru). Seiiring perkembangan zaman, kerajinan batik juga ikut berkembang baik
dari segi motif maupun teknik pembuatannya.
4.
Batik Parang Rusak
Batik
Indonesia dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga
saat ini. Batik Parang merupakan batik asli dan tertua di Indonesia yang sudah
ada sejak zaman Kraton Mataram Kartasura (Solo) sekitar tahun 1680 M.
Batik
merupakan salah satu teknik menghias kain untuk pakaian yang menjadi kebudayaan
keluarga raja-raja di Indonesia pada zaman dahulu. Pada mulanya batik
dikerjakan hanya di lingkungan keraton saja dan hasil batiknya digunakan oleh para
raja dan keluarga serta pengikutnya.
Keberadaan batik
Yogyakarta tentu saja tidak terlepas dari sejarah berdirinya kerajaan Mataram
Islam oleh Panembahan Senopati. Setelah memindahkan pusat
kerajaan dari Demak ke Mataram, dia sering bertapa di sepanjang pesisir Pulau
Jawa, antara lain Parangkusuma menuju Dlepih Parang Gupito, menelusuri tebing
Pegunungan Seribu yang tampak seperti "pereng" atau tebing berbaris.
Sebagai raja Jawa yang tentu saja menguasai seni, maka keadaan tempat tersebut mengilhaminya
menciptakan pola batik lereng atau parang, yang merupakan ciri pakaian Mataram.
Di salah satu tempat
bertapa tersebut, ada bagian yang terdiri dari tebing-tebing atau pereng yang
rusak karena terkikis deburan ombak laut selatan, sehingga lahirlah ilham untuk
menciptakan motif batik yang kemudian diberi nama Parang Rusak. Karena
penciptanya adalah raja pendiri kerajaan Mataram, maka motif parang tersebut
hanya boleh dikenakan oleh raja dan keturunannya di lingkungan Istana.
Motif batik Parang
Rusak merupakan salah satu motif larangan yag dicanangkan oleh Sultan Hamengku
Buwono I pada tahun 1785. Motif batik yang termasuk larangan antara lain :
Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat
Gurdha, Semen Gedhe Sawat lar, Udan liris, Rujak Senthe, serta motif
parang-parangan yang ukurannya sama dengan parang rusak.
Semenjak perjanjian
Giyanti tahun 1755 yang melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta, segala macam tata adibusana termasuk di dalamnya adalah batik, diserahkan
sepenuhnya oleh Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta. Hal inilah yang
kemudian menjadikan keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan budaya,
termasuk batik. Jikalau batik di keraton Surakarta mengalami beragam inovasi,
namun sebenarnya motif pakemnya tetap bersumber pada motif batik Kraton
Yogyakarta.
Batik tradisional di
lingkungan Kasultanan Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna dasar
putih yang mencolok bersih. Pola geometri keraton Kasultanan Yogyakarta sangat
khas, besar-besar dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik.
Sementara itu, batik di Puro Pakualaman merupakan perpaduan atara pola batik
Keraton Kasultanan Yogyakarta dan warna batik Keraton Surakarta. Perpaduan ini
dimulai sejak adanya hubungan keluarga yang erat antara Puro Pakualaman dengan
Keraton Surakarta ketika Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan
Pakubuwono X. Putri Keraton Surakarta inilah yang memberi warna dan nuansa
Surakarta pada batik Pakualaman, hingga akhirnya terjadi perpaduan keduanya.
Dua pola batik yang terkenal dari Puro Pakulaman yakni Pola Candi Baruna yang
terkenal sejak sebelum tahun 1920 dan Peksi Manyuro yang merupakan ciptaan RM
Notoadisuryo. Sedangkan pola batik Kasultanan yang terkenal antara lain Ceplok Blah
Kedaton, Kawung, Tambal Nitik, Parang Barang Bintang Leider dan sebagainya.
5.
Makna Motif Batik Parang Rusak
Motif parang berbentuk mata parang, melambangan kekuasaan dan kekuatan. Hanya boleh
dikenakan oleh penguasa dan ksatria. Batik jenis ini harus dibuat dengan
ketenangan dan kesabaran yang tinggi. Kesalahan dalam proses pembatikan
dipercaya akan menghilangkan kekuatan gaib batik tersebut.
Motif parang sendiri mengalami perkembangan dan memunculkan
motif-motif lain seperti Parang Rusak Barong, Parang Kusuma, Parang Pamo,
Parang Klithik, dan Lereng Sobrah. Karena penciptanya pendiri Keraton Mataram,
maka oleh kerajaan. Motif parang menjadi pedoman utama untuk menentukan derajat kebangsawanan
seseorang. Motif-motif parang dulunya hanya diperkenankan dipakai oleh
raja dan keturunannya dan tidak boleh dipakai oleh rakyat biasa. Sehingga jenis
motif ini termasuk kelompok batik larangan. Motif ini merupakan motif batik sakral yang hanya digunakan
di lingkungan kraton. Pada zaman dahulu, Parang Rusak biasanya digunakan
prajurit setelah perang untuk memberitahukan kepada Raja bahwa mereka telah
memenangkan peperangan. Namun
saat ini motif ini bisa kita temui di pasaran dan bisa dikenakan oleh siapapun.
Kata parang berasal dari kata pereng yaitu lereng. Motif parang
menggambarkan sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal dengan
kemiringan 45 derajat. Motifnya berbentuk huruf S yang saling menjalin dan
tidak terputus melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar S tersebut diambil dari
ombak samudera yang menggambarkan semangat yang terus berkobar (tidak pernah
padam). Motif batik Parang Rusak memiliki nilai filosofis yang tinggi, yaitu
semangat pantang menyerah seperti ombak laut yang tak berhenti bergerak.
Susunan motif batik parang menggambarkan jalinan yang terus
tersambung, simbol akan sesuatu yang tak putus baik dalam arti upaya
memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian
keluarga dimana batik motif parang dijadikan hadiah dari generasi tua ke
generasi muda para bangsawan. Motif batik Parang Rusak menjadi simbol dari
orang tua agar sang anak melanjutkan perjuangan yang telah dirintis leluhurnya.
Garis lurus diagonal pada batik Parang Rusak melambangkan
rasa hormat, keteladanan, serta ketaatan pada nilai-nilai kebenaran. Batik
Parang Rusak dengan motifnya yang dinamis memuat pesan kecekatan, kesigapan,
dan kesinambungan antara suatu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya yang bisa
kita maknai sebagai sebuah perbaikan terus menerus tanpa henti.
Namun dibalik makna filosofisnya, batik parang rusak memiliki
sebuah mitos yang masih dipercayai orang-orang tertentu. Konon, jika batik
parang rusak digunakan dalam sebuah pernikahan akan berdampak buruk pada
kehidupan pasangan yang akan menikah, bahtera rumah tangganya bisa dipenuhi
percekcokan. Mitos ini muncul dimungkinkan karena karena batik parang rusak
dulu cukup dikeramatkan dan dipakai oleh kalangan tertentu dalam acara-acara
tertentu saja. Karena tidak pernah dipakai dalam acara pernikahan mungkin
masyarakat awam menganggap tidak pantas jika batik parang rusak digunakan dalam
upacara pernikahan.
6.
Filosofi Warna Batik Parang Rusak
Proses pembuatan batik parang rusak menggunakan teknik batik
tulis. Proses pembuatan batik tulis sangat rumit dan memakan waktu yang cukup
lama. Untuk menghasilkan kain batik dengan motif dan warna yang bagus
dibutuhkan beberapa kali proses. Mulai dari proses membuat motif pada kain,
pembatikan, pencelupan atau pewarnaan, dan pelorotan atau pencucian ada yang
diulang 3 hingga 5 kali proses.
Pewarnaan batik tersebut menggunakan zat warna dari alam,
berupa tumbuh-tumbuhan. Zat pewarna alam untuk bahan tekstil
(batik) pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan.
Adapun jenis-jenis tumbuhan yang
dapat digunakan sebagai zat warna batik antara lain :
·
Akasia
Akasia atau Acacia catecu dapat digunakan sebagai pewarna alami pada batik yang depat menghasilkan warna cokelat, sedangkan bagian tanaman yang digunakan adalah pada kayu kerasnya.
Akasia atau Acacia catecu dapat digunakan sebagai pewarna alami pada batik yang depat menghasilkan warna cokelat, sedangkan bagian tanaman yang digunakan adalah pada kayu kerasnya.
·
Kayu Malam
Kayu malam atau Aporosa frutescens dapat digunakan
sebagai zat warna yang memunculkan warna hitam pada kain batik, bagian yang
digunakan yaitu pada kayu kerasnya.
·
Secang
Tanaman secang atau Caesalpinia sappan dapat menghasilkan motif warna merah pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kayu kerasnya.
Tanaman secang atau Caesalpinia sappan dapat menghasilkan motif warna merah pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kayu kerasnya.
·
Pohon Tengar
Tengar atau Cerios tagal digunakan pada pewarnaan
hitam pada proses batik, bagian tumbuhan
ini yang digunakan adalah pada kulit kayunya.
·
Tegeran
Tegeran atau Maclura cochinchinensis dapat menghasilkan motif warna kuning pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kayu teras akar.
Tegeran atau Maclura cochinchinensis dapat menghasilkan motif warna kuning pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kayu teras akar.
·
Tanaman Kawasan
Tanaman Kawasan atau Mallotus philippinensis dapat
digunakan sebagai pewarna alami pada batik yang depat menghasilkan warna
oranye, sedangkan bagian tanaman yang digunakan adalah pada granula buah.
·
Mengkudu
Mengkudu atau Morinda citrifolia digunakan pada pewarnaan merah pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kulit akar.
Mengkudu atau Morinda citrifolia digunakan pada pewarnaan merah pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kulit akar.
·
Soga
Soga atau Peltophorum pterocarpum dapat digunakan sebagai zat warna yang memunculkan warna kuning pada kain batik, bagian yang digunakan yaitu pada kulit batang.
Soga atau Peltophorum pterocarpum dapat digunakan sebagai zat warna yang memunculkan warna kuning pada kain batik, bagian yang digunakan yaitu pada kulit batang.
·
Katapang
Katapang atau Terminalia catappa dapat menghasilkan motif warna hitam pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kulit, daun, akar, dan buah muda.
Katapang atau Terminalia catappa dapat menghasilkan motif warna hitam pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada kulit, daun, akar, dan buah muda.
·
Tanaman Plasa
Plasa atau Butea monosperma dapat digunakan sebagai
pewarna alami pada batik yang depat menghasilkan
warna kuning, sedangkan bagian tanaman yang digunakan adalah pada bunga.
·
Tanaman Tarum
Tarum atau Indigofera
sp. digunakan pada pewarnaan biru pada proses batik, bagian tumbuhan ini
yang digunakan adalah pada daunnya.
·
Tanaman Noja
Tanaman Noja atau Peristrophe bivalvis dapat
menghasilkan motif warna merah pada kain batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daun cabang muda.
·
Tanaman Jirak
Tanaman Noja atau Symplocos dapat digunakan sebagai
zat warna yang memunculkan warna kuning pada kain batik, bagian yang digunakan
yaitu pada kulitnya.
·
Gambir
Daun mangga atau Uncaria gambir digunakan pada pewarnaan hitam pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daun dan cabang muda.
Daun mangga atau Uncaria gambir digunakan pada pewarnaan hitam pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daun dan cabang muda.
·
Mangga
Mangga atau Mangifera indica digunakan pada pewarnaan hijau pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daunnya.
Mangga atau Mangifera indica digunakan pada pewarnaan hijau pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daunnya.
·
Kesumba
Kesumba atau Bixa orellana digunakan pada pewarnaan oranye pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada bijinya.
Kesumba atau Bixa orellana digunakan pada pewarnaan oranye pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada bijinya.
·
Srigading
Srigading atau Nyctanthes arbor-tristis L. digunakan pada pewarnaan kuning krem pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daunnya.
Srigading atau Nyctanthes arbor-tristis L. digunakan pada pewarnaan kuning krem pada proses batik, bagian tumbuhan ini yang digunakan adalah pada daunnya.
Warna batik tradisional melambangkan sifat dan nafsu manusia,
warna tersebut ada tiga yaitu cokelat, putih, dan hitam sebagai warna utama
dalam batik tradisional Yogyakarta. Warna cokelat
melambangkan pribadi yang hangat, terang alami, rendah hati, bersahabat,
kebersamaan, tenang dan sentosa sesuai dengan masyarakat Jawa yang mengutamakan
rasa dalam segala tindak-tanduknya. Warna putih melambangkan pribadi yang suci,
polos, lugu, jujur, bersih, spiritual, pemaaf, cinta, dan terang yang
melambangkan sifat religius masyarakat Jawa. Warna hitam melambangkan pribadi
yang gelap, misteri, kukuh, formal, dan memiliki keahlian.
Sehingga makna simbolis warna dan motif batik tradisional
Yogyakarta melambangkan agar manusia yang memakai
batik tersebut dapat memiliki sifat-sifat sesuai dengan makna motif batik
tersebut dan dapat mengendalikan nafsu sesuai dengan makna warna batik
tersebut.
Pada zaman dahulu proses pewarnaan batik
menggunakan zat warna alam. Seiiring perkembangan zaman, banyak bermunculan zat
pewarna sintesis yang terbuat dari bahan kimia. Dengan adanya pewarna sintesis,
masyarakat cenderung menggunakannya dikarenakan kemudahannya dalam pencarian
dan pemakaian. Zat Pewarna Alam semakin sulit ditemukan saat ini. Sudah banyak
hutan kita yang ditebang, sehingga sumber zat pewarna alam yang berasal dari
tumbuhan.
7.
Keberadaan Batik Saat Ini
Pada zaman
modern ini, batik tidak
lagi digunakan oleh kalangan kerajaan melainkan sudah menyebar dan digunakan
oleh masyarakat umum. Bahkan pada setiap tanggal 2 oktober diperingati sebagai
hari batik. Masyarakat Indonesia antusias akan hal itu, ini terbukti dengan
pemakaian batik diseluruh lapisan masyarakat baik pada hari-hari biasa maupun
hari batik itu sendiri.
Batik menjadi
kebanggaan bangsa Indonesia, karena batik merupakan identitas Negara kita.
Warisan budaya kita yang telah diakui oleh seluruh dunia. Batik memiliki
keunikan tersendiri baik dari segi alat, bahan, motif dan proses pembuatan.
Saat ini,
batik sudah tersebar di seluruh Indonesia. Hampir setiap daerah memiliki batik
yang memiliki motif sesuai dengan karakteristik ataupun kebudayaan masing-masing
daerah. Kita sebagai bangsa Indonesia patut bangga akan Negara kita yang kaya
akan budaya dan karya seni.
DAFTAR PUSTAKA
_____. “Makna dan cerita di balik motif batik”. 12
agustus 2012. http://putrikawung.wordpress.com/2012/08/12/makna-dan-cerita-di-balik-motif-batik/.
Batik, Amin Rumah. “Munculnya Batik Keraton”. ____. http://www.rumahbatik.com/artikel/101-munculnya-batik-keraton.html
Batik, Amin Rumah
. “Makna Batik Parang”. 22 desember 2013. http://www.rumahbatik.com/artikel/131-makna-motif-batik-parang-1.html
Husain, A. Mattaropura. 1992. Pengembangan Mata Kuliah Kerajinan Batik Pada Jurusan Seni Rupa FPBS IKIP Ujung Pandang. Pinisi Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, Volume I No. 2 Februari 1992,
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Ujung Pandang.
Ilham. “Pewarna Alam Batik”. ____. http://ilankilunk.blogspot.com/2012/02/pewarna-alami-batik.html
Pradana, Beda Aruna. “Makna Simbolis Warna Dan Motif
Batik Tradisional Yogyakarta”. 1 april 2012. http://ardajogja.wordpress.com/2012/04/01/makna-simbolis-warna-dan-motif-batik-tradisional-yogyakarta/
Sewan Soesanto S. Teks,
S.K..1984. Seni dan Teknologi Kerajinan Batik.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
Salam, Sofyan. 2000. Seni Rupa Mimesis dan Modern/Kontemporer di
Sulawesi Selatan:Dewan Sulawesi Selatan.
Langganan:
Postingan (Atom)